18.1.19

ORANG KURDI DAN KEBIASAAN NGE-TEHNYA

"Kaka, cha (چا) du!" yang kalau diucapkan di Indonesia kira-kira menjadi "Mas, mau tehnya dua gelas, ya!"

Kalimat inilah yang kerap kali kami ucapkan kepada pelayan di rumah makan lokal setelah kami menghabiskan makanan pesanan. Beberapa menit kemudian, datanglah seseorang menghantarkan gelas berisi teh berwarna pekat. Terkadang teh yang disajikan sudah ditambahkan gula di dalamnya (dan biasanya jumlah gulanya sangat banyak), namun ada pula yang menyajikannya tanpa gula dan kami boleh menambahkan gula sesuai selera masing-masing.

Teh merupakan minuman yang populer di seluruh belahan dunia. Pertama kali ditemukan dan berasal dari negeri Tiongkok, minuman ini pun mulai tersebar ke negara lainnya terutama melalui jalur perdagangan. Kepopuleran teh pun menjadikannya minuman nasional masyarakat Inggris. Perihal riwayat penyebaran teh dapat dibaca di sini.

Lalu, bagaimana dengan tradisi masyarakat di tempat saya tinggal sekarang? (red: Sulaymaniyah, Irak Kurdistan). Dari hasil pengamatan saya selama hampir 3 tahun tinggal di sini, mereka sangat suka mengkonsumsi teh. Bahkan salah satu teman saya mengatakan kalau dia dapat minum teh 6-7 kali dalam sehari. Bayangkan!! 😮😮 Jadi bisa dikatakan they are addicted to tea.
Di beberapa kesempatan saya pernah berkunjung ke rumah teman lokal untuk berbincang berbagi cerita. Beberapa jenis makanan disajikan menemani percakapan kami. Sajian teh tentu tidak ketinggalan di samping hidangan kue-kue manis lainnya. Setelah saya menghabiskan satu gelas, tidak lama kemudian gelas berikutnya dihantarkan. Kaget, itulah yang saya rasakan pertama kali. Namun karena pada saat itu saya masih belum paham tentang kebiasaan nge-teh mereka, saya hanya mengucapkan terima kasih dan kembali meneguk teh tersebut. Masih asyik berbincang, saya mulai membaca gelagat bakal disuguhkan gelas berikutnya. Serta merta saya mencukupkan, tentu saja dengan perkataan hati-hati karena saya tidak mau menyinggung perasaannya. 😇😇.
Kesukaan mereka terhadap teh dapat dilihat dari jumlah warung kecil di pinggir jalan yang menyediakan teh. Di mana ada keramaian, sudah pasti di situ ada yang menjual teh. Entah itu berupa warung mobile ataupun warung permanen. Biasanya mereka minum teh sambil duduk-duduk, bercengkerama dengan teman maupun keluarga. Bila suhu udara agak dingin seperti pada musim semi dan musim gugur, kesempatan nge-teh ini dimanfaatkan sekaligus untuk berjemur di bawah hangatnya matahari.
Suasana di pasar, mereka sedang menikmati teh sembari ngobrol
Bentuk warung mobile.
Credited to Marla Amoslemah

Si Kaka langsung bergaya ketika kamera handphone akan mengambil gambar.
Bentuk warung permanen
Credited to Marla Amoslemah
Ohya, gelas yang dipakai sebagai wadah teh akan berbeda ketika saya membeli teh di warung mobile dan di warung permanen. Untuk memudahkan mobilitas, biasanya warung teh mobile menggunakan gelas kertas yang ringan dan tidak rentan pecah. Berbeda halnya dengan warung permanen yang akan menyajikan teh dalam gelas kaca. Kalau kata suami saya, gelas ini seperti gelas ajaib. 😂
Mengapa ajaib? Karena meskipun teh yang dituangkan ke dalamnya baru saja mendidih, namun kami bisa langsung memegang bagian tertentu dari gelas tanpa kepanasan dan menyeruput teh sedikit demi sedikit. Ajaib banget, kan?!
Gelas ajaib

Wadah teh yang digunakan di warung mobile (gambar atas) dan warung permanen (gambar bawah)

Berbagai jenis teh dapat ditemukan di supermarket maupun di pasar, mulai dari teh hitam, teh hijau, teh rempah-rempah, maupun teh dengan rasa buah. Namun, secara umum mereka lebih menyukai teh hitam (cha rash) yang pekat. Dan untuk mendapat rasa yang unik, terkadang mereka pun menambahkan kapulaga (cardamom) ke dalam campuran tehnya. Sebenarnya teh dengan rasa cardamom dapat ditemukan dalam kemasan instan, namun menurut para pecinta teh akan berbeda cita rasanya dengan teh hasil racikan sendiri.
Satu hal yang menarik dan istimewa dari sajian teh di sini, terutama teh yang dijajakan di pinggiran jalan, adalah proses pembuatannya. Mereka akan memasak teh bersamaan dengan air di dalam ketel hingga airnya mendidih. Perlakuan teh seperti ini akan menghasilkan kepekatan yang berbeda dengan teh yang hanya dimasukkan ke dalam air mendidih. Selain itu, mereka juga menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Ketel air dibiarkan di atas bara api hingga air mendidih dan mencapai kepekatan yang diinginkan. Bila teh dimasak di atas bara kayu, teh yang dihasilkan akan memiliki rasa dan aroma khas yang tidak akan didapat dengan memasak menggunakan api gas. Setidaknya begitulah keterangan dari salah satu teman saya pencinta teh. Kalau buat saya sih semuanya nikmat. 😆

Teh yang dimasak di atas bara kayu
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu suka teh? Berapa kali sehari biasanya kamu minum teh? Apa rasa teh favoritmu? Pernahkah kamu minum teh yang dimasak di atas bara kayu?
Duh, saya kepo banget, ya?! Hehheheh...
Daripada saya tanya ini itu, saya pamit dulu deh. Mau nge-cha dulu, gaeees!! 😜😜
Sekalian promosi aah.. 😉

6 comments:

  1. Baru tau "cai" tulisan dalam bahasa kurdi nya "cha". :)

    ReplyDelete

  2. .....Drink tea from kurdistan have the old history, especial drink black tea.
    Popular beverage and healthy. so most of the place drink.
    The time hospitality tea is presentation as regardful for guest.
    So in Kurdistan tea just importation ,because it don’t have seemly earth for plants tea.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you Kaka for your comment. It's such a pleasure and happiness for us to receive the Kurdish hospitality. ^v^

      Delete

Thank you for reading my story. I would be happy to read your comment. :)